Oleh : M Subhi Ibrahimi
(Sumber: Republika Online, 26 Des 2005)
Satu pertanyaan yang bila dilontarkan maka cukup jadi alasan bagi Allah SWT untuk mencampakkan manusia ke neraka, yaitu bagaimana engkau mensyukuri nikmat-Nya? Tak mengherankan karena untuk mengkalkulasikan nikmat yang dicurahkan Allah SWT saja manusia tidak mampu (QS An Nahl:18), apalagi membalas nikmat Allah SWT dengan pengabdian yang utuh.
Nikmat Allah SWT selalu memayungi keseharian manusia. Salah satu nikmat terbesar-Nya adalah waktu. Waktu adalah sesuatu yang menggenangi hidup manusia, tapi kehadirannya kadang tidak disadari. Bukan hanya tidak disadari, bahkan disia-siakan. Sabda Rasulullah SAW, ''Dua nikmat yang sering dan disia-siakan oleh banyak orang: kesehatan dan kesempatan,'' (HR Bukhari). ''Waktu adalah sungai yang mengalir ke seluruh penjuru sejak dahulu kala, melintasi pulau, kota, dan desa, membangkitkan semangat atau meninabobokan manusia. Ia diam seribu bahasa, sampai-sampai manusia sering tidak menyadari kehadiran waktu dan melupakan nilainya, walaupun segala sesuatu --selain Tuhan-- tidak akan mampu melepaskan diri darinya,'' tutur Malik bin Nabi.
Alquran memberikan perhatian khusus pada waktu sehingga Allah SWT berulangkali bersumpah dengan berbagai kata yang menunjuk pada waktu-waktu tertentu. Misalnya wa al lail (demi malam), wa an nahar (demi siang), wa al fajr (demi fajar) dan lain-lain. Alquran menggunakan minimal empat kata untuk menunjukkan waktu: pertama, ajal yang menunjukkan waktu berakhirnya sesuatu, seperti berakhirnya usia manusia atau masyarakat (QS Yunus [10]: 49). Kedua, dahr yang digunakan untuk durasi masa alam raya dalam kehidupan dunia, yakni sejak penciptaan sampai punahnya semesta. (QS Al-Insan [76]:1). Ketiga, waqt digunakan dalam arti batas akhir kesempatan atau peluang untuk menyelesaikan suatu peristiwa, atau kadar tertentu dari satu rentang masa (An Nisa [4]:103). Keempat, al ashr yang dimaknai sebagai saat-saat yang dialami manusia yang harus diisi dengan keimanan dan produktivitas amal shalih.
Waktu dihadirkan Allah SWT dengan tujuan-tujuan tertentu. Salah satu tujuan utamanya ialah sebagaimana dipaparkan Alquran, ''Dia (Allah SWT) menjadikan malam dan siang dan silih berganti untuk memberi waktu (kesempatan) kepada orang yang ingin mengingat (mengambil pelajaran) atau orang yang ingin bersyukur.'' (QS Al Furqan [25]:62). 'Mengingat' terkait dengan masa silam, itu mengindikasikan pentingnya instrokpeksi dan kesadaran akan masa lampau yang mengantarkan manusia ke gerbang perbaikan dan peningkatan mutu dirinya. Lalu, 'bersyukur' berarti menggunakan segala potensi yang dianugerahkan Allah SWT sesuai dengan tujuan penganugerahannya.
Jadi, meminjam istilah Nabi SAW, waktu itu laksana pedang, bergerak silih-berganti menebas siapapun yang melalaikannya. Waktu merentang dari hulu kelahiran dan berujung pada muara kematian. ''Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah SWT dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok. (QS Al Hasyr [59]:18).
---
No comments:
Post a Comment