Oleh: Muhadjir
(Sumber: Republika Online)
Setiap manusia, pasti tidak ingin sengsara dan menderita. Semua ingin memperoleh kesenangan, kesejahteraan, dan kebahagiaan lahir-batin. Tapi, sebagai bagian dari makhluk-Nya, manusia tidak bisa terlepas dari takdir Allah SWT, baik takdir yang berupa rezeki, jodoh, maupun mati. Semuanya sudah diatur dan hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui.
Sebagai manusia, kita hanya dituntut untuk mengimani adanya takdir, namun tidak wajib untuk mengetahui takdir Allah SWT itu sendiri. Hanya Dia yang Mahatahu. Manusia tidak akan pernah bisa menerka kapan dia mati, siapa jodohnya, atau meramal rezekinya. Manusia hanya diwajibkan untuk berusaha semaksimal mungkin. Selanjutnya, berserah diri dan bertawakal pada-Nya.
Banyak orang yang menganggap bahwa kebahagiaan, kesejahteraan, dan ketenangan hadir jika kita diberi harta yang berlimpah. Sebaliknya, harta yang sedikit sering dijadikan ukuran penderitaan, kemelaratan, dan kemiskinan. Gaya hidup Rasulullah SAW membuktikan bahwa anggapan itu salah besar. Beliau bukan orang yang kaya dan tidak pernah menginginkan kekayaan materi, walaupun Allah SWT pernah memberinya tawaran kekayaan dengan mengubah Gunung Uhud menjadi emas (HR Bukhari).
Beliau juga bukan orang miskin yang suka meminta-minta, karena beliau sendiri melarang orang untuk meminta-minta tanpa mau berusaha dengan jalan yang baik. Sabda beliau, ''Pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri itu lebih baik daripada meminta-minta pada orang lain.'' (HR Ibnu Majah). Beliau juga mengatakan, ''Tangan di atas itu lebih baik dari tangan di bawah.'' (HR Bukhari).
Harta kekayaan dan kemelaratan atau kemiskinan bukan jaminan bahwa hidup seseorang akan tenteram dan bahagia. Banyak dijumpai, orang kaya yang hatinya selalu gelisah karena khawatir hartanya akan berkurang. Justru, tidak sedikit orang miskin yang hidupnya tenang dan tenteram, karena mereka selalu bersyukur atas segala pemberian Allah SWT. Mereka sudah merasa cukup, dengan berkah yang tersimpan di balik 'kemiskinannya'.
Sebetulnya, kunci kebahagiaan itu tergantung pada sikap masing-masing orang. Mereka akan bahagia ketika mereka menganggap semua rezeki yang diperolehnya itu adalah pemberian dan karunia Allah SWT. Mereka pun tidak akan pernah mengeluh ketika hasil yang diperoleh tidak sesuai harapan. Mereka juga tidak pernah sombong dan angkuh dengan limpahan harta kekayaan yang Allah SWT berikan.
Dengan demikian, tidak ada alasan bagi orang beriman untuk putus asa dalam mencari rezeki Allah SWT. ''Janganlah sekali-kali kalian berputus asa untuk mendapatkan karunia Allah. Hanya orang-orang kafir yang suka berputus asa.'' (Yusuf: 87). Tidak ada alasan pula bagi orang yang kaya harta benda untuk bersikap kikir dalam membelanjakan hartanya untuk kaum dhuafa. Kikir hanya akan mengundang perasaan sengsara.
Salah satu tanda orang bertakwa adalah suka menginfakkan sebagian rezekinya di jalan Allah SWT. ''Itulah Alquran. Tak ada keraguan di dalamnya. Petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa. Yaitu, mereka yang beriman terhadap hal-hal gaib, menegakkan shalat, dan menginfakkan sebagian harta yang Kami berikan pada mereka.'' (Albaqarah:2-3).
---
No comments:
Post a Comment