Republika, Selasa, 30 Agustus 2005
Oleh: Muhammad Bajuri
Rasulullah SAW bersabda, ''Siapa yang senang diperluas rezekinya dan diperpanjang umurnya, maka hendaklah ia bersilaturahim.'' (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata 'silaturahmi' yang dinilai sama dengan silaturahim diartikan dengan persahabatan (persaudaraan).
Sedangkan kata silaturahim merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata shilah dan ar-rahim. Kata shilah adalah masdar (infinitif) dari kata washala yang artinya menghimpun atau menyambung sesuatu dengan sesuatu yang lain. Sedangkan kata ar-rahim oleh sebagian besar pakar bahasa Arab diartikan dengan peranakan.
Namun, mantan mufti Mesir, almarhum Syekh Hasanain Makhluf, mengartikan kata ar-rahim dengan rahmat atau kasih sayang. Kedua pengertian ini sebenarnya tidak bertentangan, sebab sesuatu yang paling dirahmati dan dikasihi makhluk adalah apa yang keluar dari rahim (peranakan). Oleh karena itu, peranakan dikatakan rahim, yakni sumber rasa kasih sayang.
Pakar Alquran dan hukum Islam, Imam Al-Qurthubiy, lebih memperluas jangkauan makna kata ar-rahim. Menurut dia, makna ar-rahim ada dua macam: umum dan khusus. Makna ar-rahim yang bersifat umum adalah kedekatan yang dijalin oleh persamaan agama. Sedangkan yang khusus adalah kedekatan yang dijalin oleh persamaan garis keturunan.
Silaturahim, dengan makna yang pertama, mengundang hubungan kasih sayang, nasihat-menasihati, kunjung-mengunjungi, berlaku adil, dan melaksanakan kewajiban, serta anjuran agama terhadap mereka. Adapun silaturahim, dengan makna yang khusus, maka ia menuntut pemberian bantuan atau nafkah ketika dibutuhkan, juga memperhatikan suka duka mereka, serta memaafkan kesalahan mereka.
Jika dengan makna khusus itu saja, silaturahim telah membawa dampak yang sangat besar dalam menciptakan keharmonisan jalinan keluarga dan masyarakat. Dampaknya akan lebih besar lagi jika maknanya diambil yang umum, yang tidak hanya menuntut terciptanya keharmonisan ukhuwah fi ad-din (persaudaraan seagama), tapi juga keharmonisan ukhuwah al-khalqiyah (persaudaraan sesama makhluk).
''Tidak ada binatang yang merayap di bumi, dan burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan mereka adalah umat seperti kalian. Tidak kami luputkan dalam kitab itu sesuatu, kemudian kepada Tuhan merekalah, mereka akan dikumpulkan.'' (QS Al-An'an:38). Ayat tersebut memberi gambaran tentang pentingnya jalinan persaudaraan sesama makhluk, dan pengakuan Allah SWT akan hal itu.
Yang jelas, sebagaimana yang dikatakan Prof Quraish Shihab, apa pun makna yang dimaksudkan, silaturahim menuntut adanya komunikasi dan jaringan. Dengan demikian, silaturahim mengisyaratkan keharmonisan hubungan dan kekuatannya. Oleh karena itu, Rasulullah SAW tidak menilai orang yang membalas kunjungan atau menyambut uluran tangan pihak lain sebagai melakukan silaturahim, tetapi yang melakukannya adalah siapa yang menyambung hubungan yang putus.
No comments:
Post a Comment